JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa korupsi bukanlah tradisi apalagi warisan budaya, melainkan penyakit sistemik yang harus diberantas secara menyeluruh. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Fungsi Reskrim Polri Tahun Anggaran 2025 yang berlangsung secara hybrid di Aula Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
“Reformasi tidak akan berarti tanpa penegakan hukum yang bertanggung jawab. Reserse adalah ujung tombak. Gunakan naluri kalian untuk memperkuat kepercayaan publik dan melindungi anggaran rakyat,” ujar Setyo, Kamis (17/4/2025).
Setyo menyoroti lonjakan defisit APBN per Oktober 2024 yang mencapai Rp309,2 triliun—lebih dari dua kali lipat dibanding Agustus 2024. Menurutnya, penyebab utama adalah kebocoran anggaran akibat tata kelola yang buruk dan praktik manipulatif.
“Proyek fiktif, mark-up anggaran, pengadaan barang tak sesuai kebutuhan—ini semua buah dari persekongkolan. Kalau tidak dicegah, bisa dianggap normal, bahkan jadi kearifan lokal,” tegasnya.
Rakernis ini menjadi momentum penting bagi konsolidasi antara KPK dan Polri. Setyo menekankan bahwa kolaborasi antarlembaga penegak hukum adalah syarat mutlak, tak hanya untuk menindak pelaku, tapi juga membenahi sistem secara menyeluruh.
Ia juga memaparkan strategi pencegahan, seperti:
Digitalisasi sistem & transparansi anggaran
Penguatan Survei Penilaian Integritas (SPI)
Pendidikan antikorupsi sejak dini
Optimalisasi UPG dan Whistleblowing System (WBS)
Dari sisi penindakan, KPK terus mendorong pendekatan yang efektif dan adil, serta optimalisasi pemulihan aset negara. Tahun 2024, KPK berhasil mengembalikan Rp739,6 miliar ke kas negara.
“Silakan tangani perkara, tapi pastikan ada hasil riil yang kembali ke negara. Kalau tidak, negara malah makin tekor,” katanya.
Menutup arahannya, Setyo mengajak seluruh jajaran penegak hukum untuk bersatu melawan korupsi, demi sistem pemerintahan yang bersih dan sejahtera.
Komentar