DHEANMEDIA.COM SHANGHAI – Predikat “Menteri Digital” semakin melekat kuat pada sosok Arief Yahya. Menteri Pariwisata Republik Indonesia ini sukses menguji coba terobosan baru untuk menjaring wisatawan mancanegara, dengan digital selling tools yang bernama CDM Competing Destination Model.
“Ini pertama kali, Indonesia pionir, dan langkah awalnya: sukses! Kami bangga bisa support jauh lebih dalam dari service yang biasanya kami sediakan. Belum ada negara yang menggunakan teknologi ini sampai ke level selling dan termonitor dengan detail. Pak Menteri Arief Yahya professional!” aku Tony Zhou, VP of Operations and Maintenance Zamplus.
Zamplus Technology Inc, Shanghai Data Exchange Corp adalah perusahaan IT yang sudah bermitra dengan ratusan perusahaan kelas dunia dari banyak negara. Juga sudah bekerjasama dengan banyak negara yang menjadikan Tiongkok sebagai market. Biasanya, klien-nya hanya meminta sampai ke impression, click per view, dan memastikan bahwa materi promosinya sudah terbaca dan diterima hingga profile audience yang ditargetkan.
Yang dikejar Menpar Arief Yahya sampai ke Shanghai lebih dari itu, yakni kepastian alur customer dalam membuat pilihan destinasi liburannya. Dari Looking atau Searching, menemukan banyak pilihan destinasi, lalu mempengaruhi mereka, agar memilih Wonderful Indonesia dibandingkan dengan banyak destinasi serupa yang dipromosikan oleh banyak negara. Dan ditandai dengan Booking dan Payment, sampai ke Arrival Date, atau waktu kedatangan di tanah air.
Mantan Dirut PT Telkom itu sering menyingkat LBP. Looking, Booking, Peyment. Di China, untuk bisa booking harus sudah payment dulu, jadi lebih meyakinkan. Tidak ada pemesanan tanpa pembayaran terlebih dulu. “Dan secara teknologi, saya bisa membayangkan! Kalau kita bisa membayangkan, maka kita pasti bisa mewujudkannya,” kata Arief Yahya, Menpar RI.
“Inilah salah satu terjemahan konkret dari apa yang sering saya sampaikan, The More Digital The More Global, The More Digital The More Personal, and The More Digital The More Professional! Teknologi digital bisa menjangkau apa saja yang selama ini terlalu sulit dan dianggap tidak masuk akal,” tambah Arief Yahya.
CDM itu dikerjakan oleh teknologi, menggunakan big data, tanpa menabrak semua regulasi dan kerahasiaan customers-nya. Zamplus Inc sangat memungkinkan melakukan itu, karena perusahaan IT ini sudah bekerjasama dengan OTA (Online Travel Agent), SE (Searching Engine), Online Travel Site, Online Media, E-Commerce, Ride Hailing, Insurance and Fintech.
Hasilnya? Bulan September naik signifikan, CDM mendapatkan booking wisman Tiongkok, yang sudah Looking, Booking, Payment memilih berwisata ke Indonesia. “Saya pantau sampai betul-betul konkret! Hasil yang luar biasa, hanya bisa ditempuh dengan cara yang tidak biasa! Dan digital adalah jawabannya,” sebut Menpar Arief.
Apa sih konsep CDM itu? Namanya juga Competing, jadi ada proses mempengaruhi audience atau viewers, untuk mengubah keinginan mereka, bahkan membelokkan tujuan mereka berwisata, dengan menyisipkan promosi Wonderful Indonesia di saat yang tepat. Timeline yang kritis itu, adalah ketika mereka sedang searching, sebelum booking, sampai membuat keputusan booking dan payment.
Seperti diketahui, 75% travelers Tiongkok sudah melakukan Looking, Booking, dan Payment secara online. Alur kebiasaan mereka dalam berwisata adalah mencari-cari ide atau surfing di internet atau online media. Lalu menemukan banyak content, gambar, video, story yang membuatnya tertarik. Bisa alam, budaya, maupun buatan. Alam sendiri juga bisa gunung, hutan, sawah ladang, pantai, antar pulau, bawah laut.
IP gadget yang berulang kali meng-klik tema content yang sama, gambar, video dan cerita yang sama, terbaca sebagai ketertarikan mereka. Inilah profile customers yang potensial untuk di-CDM-kan. Misalnya mereka suka explore underwater di Thailand, Philipina, Jepang, dan lainnya, saat itulah CDM bekerja, dengan mengirimkan aneka keindahan Indonesia langsung ke gadget mereka.
“Karena resources kita memang hebat, baik natural resources maupun cultural resources kita selalu top 20 besar dunia, maka kita sangat pede untuk “compete” dengan destinasi dari mana saja di seluruh dunia. Produk kita kuat, dan sekarang dipromosikan dengan channel yang pas, di saat yang tepat,” jelas Arief Yahya.
Pertama, mereka mencari informasi paket-paket promo yang dirilis oleh OTA (online travel agent) atau airline. Kedua, sembari proses mencari, mereka diperlihatkan info produk destinasi di online media, atau travel site. Ketiga, mereka berkunjung ke produk-produk Indonesia itu. Keempat, mereka booking, payment, sampai jadwal terbang dan tiba di tanah air.
Mereka mengkategorisasi customersnya ke dalam tiga segmen, berdasarkan ketertarikannya saat searching. Pertama, mereka yang search Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kedua, mereka yang search Asia Tenggara tanpa memasukkan nama Indonesia. Ketiga, selain Negara-negara Asia Tenggara. “Dari sinilah mesin digital itu bekerja,” kata Arief Yahya.
Apa kendalanya? Banyak sekali, salah satunya adalah hoax, atau informasi yang tidak benar. Misalnya info soal gempa Lombok, gempa Palu-Donggala, itu berdampak langsung dan bisa dilihat di dashboard monitoring system. Begitupun kabar baik seperti Asian Games, endorser yang punya followers, friends dan fans yang besar bisa menggerakkan audience-nya.
Di sinilah peran media social, dan endorser dalam mengabarkan informasi terkini yang benar, berkualitas, factual dan massif itu. Sebelum memutuskan booking, selama 30 hari, audience melakukan searching atau looking. Dalam 30 hari inilah peran content di media social itu sangat membantu. Minimal memberikan referensi bagi audience untuk membuat keputusan.
Apakah semua pasar di seluruh dunia bisa di-CDM-kan? Betul. Semua pasar bisa dijaring dengan model yang sama. Bahkan semua produk juga bisa disentuh dengan cara yang sama. Pasar Singapore, Malaysia, Australia, Eropa Amerika, Timur Tengah, bisa didekati dengan prinsip yang sama. “Model ini bisa digunakan di mana saja, bahkan bukan hanya produk pariwisata, tapi semua produk di tanah air,” kata Arief Yahya. (*)
Komentar