DHEANMEDIA.COM YOGYAKARTA - Indonesia tahun ini menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan ASEAN Coordinating Center for Animal Health and Zoonosis (ACCAHZ) Preparatory Committee ke-14 yang dihadiri oleh seluruh perwakilan negara anggota ASEAN, ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific. Pertemuan yang dilaksanakan di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta selama 3 hari kedepan ini secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, I Ketut Diarmita. Hadir pula dalam acara tersebut Kepala Balai Besar Veteriner Wates dan perwakilan Dinas Pertanian Provinsi DIY.
Pada kesempatan tersebut, I Ketut Diarmita menyampaikan mengenai pentingnya pembentukan ACCAHZ sebagai manifestasi tekad dan komitmen ASEAN dalam melindungi kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, serta memastikan kecepatan respon kejadian terkait kasus penyakit hewan dan zoonosis, khususnya penyakit hewan lintas batas (tranboundary animal diseases/TADs) di wilayah regional ASEAN.
Pembentukan ACCAHZ telah diinisiasi sejak tahun 2012, dan perjanjian kerjasama ACCAHZ telah ditandatangani oleh seluruh Menteri Pertanian negara-negara anggota ASEAN pada pertemuan ASEAN Ministry of Agriculture and Forestry (AMAF) ke-38 di Singapura pada tanggal 7 Oktober 2017 lalu. Menindaklanjuti penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut, maka diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait hal-hal teknis seperti pengaturan prosedur (Rule of Procedures/ROP), perjanjian Host Country, deposit anggaran, pengaturan keuangan serta pengaturan Governing Board sebagai pengambil keputusan dalam kerangka ACCAHZ. Bertindak sebagai tuan rumah, Indonesia mengambil tanggungjawab terhadap business arrangement and office conduct, yang akan menjadi salah satu chapter dalam dokumen ROP.
I Ketut menekankan, seperti halnya kesepakatan antar negara, kesepakatan ASEAN melalui ACCAHZ bertujuan meningkatkan kerjasama teknis dan perdagangan yang saling menguntungkan dengan komitmen dan perencanaan serta implementasi yang baik. Indonesia mempertahankan status bebas penyakit hewan tertentu yang dipandang strategis oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) antara lain penyakit Mulut dan Kuku, Sapi Gila dan Rinderpest. Hal tersebut merupakan nilai lebih bagi Indonesia dalam upaya pengendalian penyakit serta jaminan keamanan produk hewan di wilayah ASEAN, sehingga dapat meyakinkan dan memperlancar proses ekspor hewan dan produk hewan ke negara-negara di kawasan ASEAN.
Pada momen tersebut juga dimanfaatkan oleh Indonesia untuk promosi ekspor hewan dan produknya. I Ketut menyampaikan, saat ini Indonesia telah mengekspor produk unggas olahan, telur tetas dan DOC, serta obat hewan ke negara ASEAN. "Dan besok (28/06/2018) akan dilakukan pelepasan ekspor kambing sebanyak 2.100 ekor ke Malaysia sebagai awal pengiriman yang akan berkelanjutan," ungkap I Ketut.
Lebih lanjut Ia katakan bahwa melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, Indonesia secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan keamanan dan kesehatan hewan, serta produknya yang akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalulintas perdagangan. Menurutnya, pada saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan dalam menembus pasar global.
"Keberadaan ACCAHZ di wilayah regional ASEAN akan memberikan jaminan terhadap keterbukaan informasi munculnya penyebaran TADs terutama yang bersifat zoonosis, sehingga langkah-langkah strategis dapat segera dilakukan dalam mengantisipasi penyebaran penyakit hewan yang mengancam kesehatan masyarakat, keamanan dan ketahanan pangan, serta pembangunan sektor peternakan yang berkelanjutan untuk mendukung ekspor hewan dan produk hewan ke pasar internasional," pungkasnya.
Komentar